Tuesday, June 23, 2009

Kisah Madain Salleh

Madain Shaleh (bahasa Arab : مدائن صالح Kota Nabi Shaleh), juga disebut Al-Hijr (bukit berpasir), adalah kota kuno yang terletak di wilayah utara Hejaz (kini ia dikenali Arab Saudi), sekitar 25 km dari utara kota Al-'Ula (bahasa Arab: العلا ). Pada zaman dahulu, kota ini dihuni oleh kaum Tsamud dan Nabatea dan dikenal sebagai Hijr.

Tsamud bin Amid bin Iram (bahasa Arab: ثمود) adalah suku kuno Arab yang hidup sekitar abad pertama SM dan hampir dengan waktu kenabian Muhammad. Mereka dikatakan berasal dari wilayah Arab selatan yang kemudian pindah menuju utara. Mereka kemudian menetap di Gunung Athlab, Madain Shaleh. Sejumlah besar kaum Tsamud merupakan pengukir dan pemahat bukit yang baik. Ukiran dan pahatan mereka hingga saat ini dapat ditemui di Gunung Athlab dan hampir seluruh Arab bahagian tengah.

Dalam Al-Qur'an Tsamud disebut sebanyak 26 kali baik dalam bentuk kata yang berdiri sendiri maupun untuk menunjukkan kaum. Tsamud merupakan sekelompok kaum dimana nabi Shaleh berasal dan diutus oleh Allah untuk kaum tersebut Al-Qur'an menggambarkan Kaum Tsamud adalah kaum berkuasa setelah kaum 'Ad yang mahir dan rajin dalam memahat bukit untuk dijadikan tempat tinggal.Selain itu, Tsamud juga digambarkan sebagai kota yang aman, yang terdapat sumber mata air dan banyak perkebunan dan juga pepohonan seperti kurma.Dalam narasi Al-Qur'an, kaum Tsamud termasuk kaum yang mendustakan nabi, sehingga kaum tersebut dibinasakan dengan gempa bumi.
Pengajaran yang yang dapat dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat yang negatif dapat membinasakan masyarakat itu seluruhnya.Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur, bahkan tersapu bersih di atas bumi kerana dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S. Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf, nahi mungkar. Ini kerana dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan perlindungan kita, kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu.Bersikap acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.

*cerita petikan dari wikipidia

No comments:

Post a Comment